Senin, 16 Februari 2009

FATWA KIBARUL ‘ULAMA KERAJAAN SAUDI ARABIA UNTUK KAUM YANG MENGKLAIM DIRINYA ‘SALAFIYYUN’

FATWA KIBARUL ‘ULAMA KERAJAAN SAUDI ARABIA UNTUK KAUM YANG MENGKLAIM DIRINYA ‘SALAFIYYUN’
(Diterjemahkan oleh Farid Nu’man dari kitab Kasyfu al Haqaa-iq al Khafiyah ‘inda Mudda’iy as Salafiyyah/Menyingkap Realita Tersembunyi pada kelompok Yang mengaku sebagai Salafiyah, karya Syaikh Mut’ab bin Suryan al ‘Ashimiy. Penerbit Maktabah al Malik Fahd al Wathaniyah, Mekkah al Mukarramah 1425H)

Edisi kali ini akan kami tampilkan fatwa dan nasihat para ulama besar di Kerajaan Saudi Arabia untuk mereka yang menamakan dirinya ‘salafi’. Fatwa ini lahir karena kegelisahan dan keprihatinan para ulama tersebut atas realita yang menodai citra da’wah Islamiyah yang seharusnya rahmah. Anda akan temukan bahwa para ulama ini amat mengingkari sikap keras, gampang menuduh, memfitnah, dan memberikan gelar-gelar buruk kepada sesama umat Islam, apalagi para da’i dan ulamanya. Sekaligus juga, pengingkaran mereka terhadap klaim atau sebutan-sebutan bernada membanggakan diri dan hizbiyah, seperti mengaku ‘kamii salafiyyun’ atau ‘aku salafi.’

Inilah kondisi sebenarnya, namun apakah realita ini sengaja disembunyikan, atau memang mereka tidak mau tahu, karena begitu kentalnya sikap fanatisme dan hizbiyah (kekelompokkan). Sebagaimana yang kita lihat begitu sterilnya mereka dengan saudara-saudaranya. Selama tidak bertingkah sama dengan mereka, tidak memfasiq-kan apa yang mereka fasiq-kan, tidak mengkafirkan apa yang mereka kafirkan, tidak membid’ahkan apa yang mereka bid’ahkan, tidak ikut mentahdzir orang yang mereka tahdzir, dan tidak memboikot orang yang mereka boikot, maka Anda tidak diakui sebagai salafy, bahkan Anda akan mengalami serangan yang serupa, sebagaimana yang dialami oleh Syaikh ‘Aidh al Qarny, Syaikh Salman Fahd al ‘Audah, dan Syaikh Safar al Hawaly. Sebenarnya mereka ulama salafy juga, namun karena tidak mau begitu saja menyerang sesama aktifis Islam, langsung dianggap sesat. Ini, mudah-mudahan bukan gambaran umum tentang mereka. Semoga ada ikhwah yang sempat dan memiliki keluangan waktu untuk menerjemahkan secara utuh kitab ini. Nas’alullahal hidayah wal ‘afiyah … amin

Nasihat Samahatusy Syaikh al ‘Allamah Abdul ‘Aziz bin Baz –rahimahullah (hal.3-4)

Wajib bagi setiap penuntut ilmu dan ahli ilmu untuk mengetahui kewajiban para ulama. Wajib atas mereka, untuk berprasangka baik, berbicara yang baik, dan menjauhi pembicaraan yang buruk, sebab para da’i ilallah memiliki hak yang besar di dalam masyarakat. Maka, wajib bagi mereka untuk membantu tugas mereka (para da’i) dengan perkataan yang baik, metode yang bagus, dan prasangka yang baik pula. Bukan dengan sikap kekerasan, bukan dengan mengorek kesalahan-kesalahan agar orang lari dari fulan dan fulan.

Adalah wajib untuk menjadi penuntut ilmu, menuntut yang baik dan bermanfaat, lalu bertanya tentang masalah-masalah ini. Jika terdapat kesalahan atau musykil hendaknya bertanya dengan hikmah dan niat yang baik, setiap manusia pernah berbuat salah dan benar, tidak ada yang ma’shum kecuali para rasul –‘alaihimus shalatu was salam, mereka terjaga dari kesalahan dalam apa-apa yang mereka sampaikan dari Rabb mereka. Para sahabat nabi dan setiap orang selain mereka pasti pernah berbuat salah dan benar, begitu pula orang-orang setelah mereka, dan ucapan para ulama dalam urusan ini sudah diketahui dengan baik (ma’ruf).

Ini bukan berarti, para da’i, ulama, pengajar, atau khathib, adalah ma’shum, tidak. Mereka telah berbuat salah, maka wajib memberinya peringatan, juga atas hal yang musykil darinya hendaknya bertanya dengan ucapan yang baik, maksud yang mulia, sampai diperoleh faedah dan clearnya musykil tersebut, dengan tanpa berpaling dari si fulan atau menjauhinya.

Para ulama, mereka adalah pewaris para nabi. Tetapi bukan berarti selamanya mereka tidak punya salah. Jika salah, mereka mendapatkan satu pahala, jika benar, mendapatkan dua pahala.

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Jika seorang hakim menentukan hukum, ia berijtihad, kemudian ia benar, maka ia mendapatkan dua pahala. Jika ijtihadnya salah maka satu pahala. “ (HR. Bukhari, 9/193. Muslim, 33/1342)

Saudara-saudara kami para da’i ilallah ‘Azza wa Jalla di negeri ini, hak mereka atas masyarakatnya adalah mendapatkan bantuan dalam kebaikan, berprasangka baik dengan mereka, dan menjelaskan kesalahannya dengan uslub (cara) yang bagus, bukan bertujuan mencari ketenaran dan aib.

Sebagian manusia ada yang menulis selebaran-selebaran tentang sebagian para da’i, berupa selebaran-selebaran yang buruk, yang tidak sepantasnya ditulis oleh para penuntut ilmu, dan tidak sepantasnya dengan cara demikian … (Kibarul ‘Ulama yatakallamuna ‘an ad Du’at, Hajar al Qarny, hal. 8) Sampai di sini dari Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz –rahimahullah.



Nasihat Samahatusy Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin –rahimahullah (hal.5)

Syaikh Ibnu ‘Utsaimin berkata:

Jika telah banyak golongan-golongan (al Ahzab) dalam tubuh umat Islam maka janganlah fanatik pada kelompok. Telah nampak golongan-golongan sejak zaman dahulu seperti khawarij, mu’tazilah, jahmiyah, rafidhah, kemudian nampak saat ini ikhwaniyyun, salafiyyun, tablighiyyun, dan yang sepertinya. Maka, hendaklah setiap kelompok-kelompok dicampakan ke sebelah kiri dan hendaklah kalian bersama imam, dan demikian itu merupakan apa-apa yang diarahkan oleh Nabi dalam sabdanya: “Hendaklah kalian memegang sunahku, dan sunah para khulafa’ ur rasyidin.”

Tidak ragu lagi, bahwa wajib atas seluruh kaum muslimin menjadikan madzhab mereka adalah madzhab salaf, bukan untuk ber-intima (berkomitmen) pada kelompok tertentu yang dinamakan salafiyyun.

Wajib bagi umat Islam menjadikan madzhab mereka adalah madzhab salafus shalih, bukan bertahazzub (berkelompok) kepada apa-apa yang dinamakan salafiyyun. Maka, ada thariiq (jalan-metode) as salaf (umat terdahulu), dan ada juga hizb (kelompok) yang dinamakan salafiyyun, padahal yang dituntut adalah ittiba’ (mengikuti) salaf (umat terdahulu). (Syarah al Arba’iin an Nawawiyah. Hadits ke 28: “Aku wasiatkan kalian untuk taqwa kepada Allah, dengar dan taat,” hal. 308-309) (dalam kitab aslinya paragrap dua dan tiga juga ditebalkan)

Nasihat Al ‘Allamah Syaikh Shalih bin Fauzan al Fauzan –hafizhahullah (hal. 15-16)

“Ada orang yang mengklaim bahwa dirinya di atas madzhab salaf, tetapi mereka menyelisihinya, mereka melampaui batas (ghuluw) dan menambah-nambahkan, dan keluar dari metode As Salaf. Di antara mereka juga ada yang mengaku bahwa dirinya di atas madzhab salaf, tetapi mereka menggampangkan dan meremehkan, hanya cukup menyandarkan diri (intisab).

Orang yang di atas manhaj salaf itu adalah lurus dan pertengahan antara melampaui batas (ifrath) dan meremehkan (tafrith), demikianlah thariqah salaf, tidak melampaui batas atau meremehkan. Untuk itulah Allah Ta’ala berfirman: “ …dan prang-orang yang mengikuti mereka dengan baik ….”

Maka, jika engkau hendak mengikuti jejak salaf, maka engkau harus mengenal jalan (thariqah) mereka, tidak mungkin mengikuti mereka kecuali jika engkau telah mengenal jalan mereka, dan itqan dengan manhaj mereka lantaran engkau berjalan di atasnya. Adapun bersama orang bodoh, engkau tidak mungkin berjalan di atas thariqah mereka (salaf), dan engkau menjadi bodoh dan tidak mengenalnya, atau menyandarkan kepada mereka apa-apa yang tidak pernah mereka katakan atau yakini. Engkau berkata: ‘Ini madzhab salaf,’ sebagaimana yang dihasilkan oleh sebagian orang bodoh saat ini, orang-orang yang menamakan diri mereka dengan salafiyyin, kemudian mereka menyelisihi kaum salaf, mereka amat keras, mudah mengkafirkan, memfasiq-kan, dan membid’ahkan.

Kaum salaf, mereka tidaklah membid’ahkan, mengkafirkan, dan memfasiq-kan kecuali dengan dalil dan bukti, bukan dengan hawa nafsu dan kebodohan. Sesungguhnya engkau menggariskan sebuah ketetapan: “Barangsiapa yang menyelisihinya, maka dia adalah mubtadi’ (pelaku bid’ah) dan sesat,” Tidak yaa akhi, ini bukanlah manhaj salaf.

Manhaj salaf adalah ilmu dan amal, ilmu adalah yang pertama, kemudian beramal di atas petunjuk. Jika engkau ingin menjadi salafi sejati (salafiyan haqqan), maka wajib bagimu mengkaji madzhab salaf secara itqan (benar, profesional), mengenal dengan bashirah (mata hati), kemudian mengamalkannya dengan tanpa melampau batas dan tanpa meremehkan. Inilah manhaj salaf yang benar, adapun mengklaim dan sekedar menyandarkan dengan tanpa kebenaran, maka itu merusak dan tidak bermanfaat”

. (dikutip dari jawaban Syaikh Shalih Fauzan atas pertanyaan dalam kajian kitab Syarh al Adidah Ath Thahawiyah tahun 1425H, direkam dalam kaset seputar tema ini)



Pada hal. 17 – 18, Syaikh Shalih bin Fauzan al Fauzan juga ditanya, tentang orang yang menyematkan dibelakang namanya dengan sebutan As Salafy atau Al Atsary, apakah hal tersebut merupakan mensucikan diri sendiri? Ataukah sesuai dengan syariat? (pembaca Tatsqif, seperti yang kita ketahui saudara-saudara kita salafy sering menambahkan di belakang nama mereka dengan Al Atsary atau As Salafy, misal Abu Fulan al Atsary, Fulan bin Fulan al Atsary, sebagaimana dalam Blog-blog internet yang mereka buat, dll)

Syaikh Shalih Fauzan menjawab:

“Yang dituntut adalah agar manusia mengikuti kebenaran, dituntut mencari kebenaran, dan beramal dengannya. Adapun, bahwa ada yang mengaku bahwa dirinya salafy atau atsary atau apa saja yang seperti itu, maka janganlah mengklaim seperti itu. Allah Subahanahu wa Ta’ala yang Mengetahui, telah berfirman:

Katakanlah: "Apakah kamu akan memberitahukan kepada Allah tentang agamamu, padahal Allah mengetahui apa yang di langit dan apa yang di bumi dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu?"(QS.AlHujurat: 16)

Menggunakan nama salafy atau atsary, atau yang serupa dengannya, hal ini tidak ada dasarnya (dalam syariat, pent). Kita melihat pada esensinya, tidak melihat pada perkataan, penamaan, atau klaim semata, ia berkata bahwa dirinya salafy padahal ia bukan salafy, atau atsary padahal ia bukan atsary. Namun, ada orang yang sebenarnya salafy dan atsary walau tanpa mengaku dirinya adalah salafy atau atsary.

Kita melihat pada hakikatnya, bukan pada penamaan, atau klaim semata, dan hendaknya seorang muslim komitmen terhadap adab bersama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketika orang Badui berkata: ‘Kami telah beriman’, Allah mengingkari mereka (Berkatalah orang-orang Badui ‘Kami telah beriman’, katakanlah (wahai Muhammad): ‘Kalian belum beriman, tetapi katakanlah ‘Kami telah berserah diri-Islam.’) Jadi, Allah mengingkari penamaan mereka.dan penyifatan diri mereka dengan iman, dan mereka belum sampai pada martabat itu. Orang-orang Badui itu datang dari pedalaman dan mereka mendakwakan bahwa mereka sudah beriman sejak lama, tidak. Mereka telah berserah diri dan masuk Islam, dan jika mereka terus-menerus seperti itu dan mereka mempelajarinya, maka iman masuk ke dalam hati mereka. (Dan iman belum (lamma) masuk ke dalam hati mereka), kata lamma (belum) digunakan untuk sesuatu yang belum terjadi, artinya iman itu akan masuk, tetapi sejak awal kalian sudah mengklaim. Inilah bentuk pensucian diri (maksudnya menganggap diri bersih dan lebih dari yang lain, pent)

Maka, engkau tidak perlu berkata ‘Saya salafy’, ‘Saya atsary’, saya begini begitu. Wajib bagimu mencari kebenaran dan beramal dengannya dan meluruskan niat. Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Mengetahui keadaan sebenarnya dari hamba-hambaNya. (Ibid)


FATWA SYAIKH ABDULLAH AL MUTHLAQ, BAGI KAUM YANG TELAH MEMPERSEMPIT MAKNA SALAFIYAH
يا أحبابي هؤلاء الذين يضيّقون معنى السلفية ، والذين يأخذون بالظِنّة ، والذين لايقبلون التوبة ، والذين لا يناقشون الناس ، ولا ينشرون الخير ، هؤلاء يضرّون السلفية أكثر مما يحسنون إليها ، إنك لو نظرت إلى علماء من أهل السعودية كم هم ؟ يريدون فقط ثلاثة أو أربعة علماء ، والباقين هاه ؟ ليسوا من السلف ، ذي مصيبة عظيمة يا إخوان ، إنك إذا نظرت إلى علماء العالم الإسلامي الآن تجد أنهم عندهم في قوائم المنحرفين ، إنك إذا نظرت إلى علماء الأمّة الذين خدموا الدين ، أمثال ابن حجر والنووي وابن قدامة صاحب المغني والكتب النافعة وابن عقيل وابن الجوزي وجدت أنهم عندهم مصنفون تصنيفات يخرجونهم بها من السلفية لأنه وجد عليهم بعض الملاحظات ، هؤلاء الذين يضيّقون معنى السلفية يسيئون للأمة إخوتي في الله ، ولذلك انظروا إلى سماحة الشيخ عبد العزيز ابن باز رحمه الله وإلى الشيخ محمد العثيمين رحمه الله وإلى سماحة المفتي الآن الموجود ، كيف يتعاملون مع الناس ، كيف يحسنون أخلاقهم ، كيف يستقبلون طلبة العلم ، كيف يجلّون العلماء ، لكن هل هذا المنهج موجود عند هؤلاء ؟ لا ؟ هؤلاء ليسوا راضين إلاّ عن أعدادٍ قليلة معدودة على الأيدي من طلبة العلم ، الذين يشتغلون في مجالسهم بأكل لحوم العلماء ، وأحياناً يحمّلون كلامهم ما لا يتحمل ، بل وأحيانا يكذبون عليهم ، ليس في قاموسهم توبة ، ولا يقبلون لأحد أوبة ، يضيّقون هذا الدين ، يفرحون بخروج الناس منه ، ولا يفرحون بقبول أعذار الناس وإدخالهم فيه ، ترى هذي مصيبة يا إخواني لو ابتليت بها الأمة يمكن أن تكون السلفية في مكان محدود من هذه الجزيرة ، انظروا إخوتي في الله إلى دماثة خلق الشيخ عبد العزيز ابن باز والشيخ محمد بن عثيمين ، كيف كانوا مفتين لجميع شباب العالم الإسلامي ، إن اختلفوا في أوروبا في أمريكا في أفريقيا في اليابان في أندونيسيا في استراليا ، من يرضون حكماً ، من يرضون ، تجدهم يقبلون عبد العزيز بن باز ومحمد بن عثيمين وفلان وفلان ، لكن هل يرضون مشايخ هؤلاء ، هاه ، لا والله ما يرضونهم ، وهؤلاء لا يقبلونهم ، إن ما ينتهجه هؤلاء وفقهم الله وهداهم يضيّق معنى السلفية وينفر الناس منها ، ويجعل السلفية معنىً ضيّقا محدودا أغلب عمله تكفير الناس وتفسيقهم وجمع أخطائهم وتشويه سمعتهم والقدح في أعراضهم

"Wahai saudara-saudaraku tercinta! Mereka yang mempersempit makna salafiyyah, gemar mengeluarkan tuduhan, tidak mau menerima taubat, tidak mau berdiskusi, dan tidak mau menyebarkan kebaikan; mereka itu membahayakan salafiyyah lebih banyak daripada kebaikan mereka kepada salafiyyah. Apabila engkau perhatikan para ulama yang ada di Saudi; ada berapa banyak mereka? Mereka hanya menghendaki tida atau empat ulama saja; sedangkan sisanya?! Tidak termasuk (pengikut) salaf? Ini musibah besar, wahai saudara-saudaraku! Apabila engkau perhatikan para ulama yang ada di Dunia Islam pada saat ini, maka engkau dapati para ulama itu menurut mereka telah menyimpang. Apabila engkau perhatikan para ulama uamt yang berkhidmat demi agama ini, seperti Ibnu Hajar, An-Nawawi, Ibnu Qudamah pengarang kitab Al-Mughni dan kitab-kitab bermanfaat lainnya, Ibnu Aqil, dan Ibnul Jauzi; mereka engkau akan dapati para ulama ini menurut mereka memiliki karangan-karangan yang mengeluarkannya dari salafiyyah karena terdapat komentar terhadap para ulama tersebut.
Mereka yang mempersempit makna salafiyyah itu telah berbuat buruk kepada umat, wahai ikhwah fillah! Oleh karena itu, lihatlah Syaikh Abdul Aziz bin Bazz rahimahullah, Syaikh Muhammad Al-Utsaimin rahimahullah, dan mufti yang sekarang ada; bagaimana mereka berinteraksi dengan manusia? Bagaimana baiknya akhlak mereka? Bagaimana mereka menghadapi para penuntut ilmu? Bagaimana mereka menghormati ulama? Akan tetapi, apakah manhaj ini ada pada orang-orang yang mempersempit makna salafiyyah itu? Tidak! Mereka tidak senang, kecuali terhadap jumlah sedikit dan terbatas dari ulama yang dikemukakan oleh sejumlah penuntut ilmu. Mereka sibuk memakan daging ulama di majelis-majelis mereka. Terkadang, perkataan mereka penuh dengan tudingan palsu. Terkadang pula, mereka berdusta atas nama ulama. Tidak ada kata “taubat” di kamus mereka. Merekapun tidak mau menerima sikap rujuk seseorang. Mereka mempersempit din ini. Mereka gembira apabila menusia keluar darinya, namun mereka tidak bias bergembira menerima udzr manusia. Lihatlah! Ini adalah musibah, wahai saudara-saudaraku. Apabila musibah ini menimpa umat, mungkin salafiyyaj hanya terbatas berada pada tempat tertentu di Jazirah Arab ini.
Wahai ikhwah fillah, lihatlah bagaimana sopannya akhlak Syaikh Abdul Aziz bin Bazz dan Syaikh Muhammad Al-Utsaimin! Bagaimana mereka menjadi mufti bagi seluruh pemuda Dunia Islam meskipun negeri mereka berbeda-beda! Ada yang di Eropa, Amerika, Afrika, Jepang, Indonesia, dan Australia. Mereka ridha terhadap keua Syaikh tersebut. Engkau dapati mereka mau menerima Abdul Aziz bin Bazz, Muhammad Al-Utsaimin, Syaikh Fulan, dan Syaikh Fulan. Akan tetapi, apakah mereka ridha terhadap para masyayikh orang-orang yang mempersempit makna salafiyyah tersebut? Bagaimana?! Tidak! Demi Allah, mereka tidak ridha dan tidak mau menerimanya. Sesungguhnya jalan yang ditempuh oleh mereka itu (para pemuda yang gemar menuduh dan tidak mau berdiskusi)—semoga Allah memberikan hidayah kepada mereka—mempersempit makna salafiyyah dan menyebabkan orang lari menjauh darinya. Jalan yang mereka tempuh itu menjadikan salafiyyah sebagai arti sempit lagi terbatas yang kebanyakan perbuatannya adalah mengkafirkan dan memfasikkan manusia, mengumpulkan kesalahan-kesalahan mereka, merusak citra mereka, dan mencemarkan nama baik mereka."
Diterjemahkan dari : http://www.islamgold.com/view.php?gid=2&rid=32

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentarnya yang membangun dan menginspirasi ya...

Anda Pengunjung Ke :