Kamis, 20 Oktober 2011

Menengadahkan Tangan Ketika Berdoa, Bid’ah kah ??

Assalamu ‘Alaikum, Ust Ane mau nanya, Ane ada baca buku katanya berdoa dengan menengadahkan tangan adalah bid’ah, mohon penjelasannya? (dari 08575041xxx)
Jawaban:
Wa ‘Alaikum salam wa Rahmatullah wa Barakatuh.
Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu was Salamu ‘Ala Rasulillah wa ‘Ala Aalihi wa Ashhabihi wa Man Waalah, wa ba’d:
Tentang mengangkat tangan dalam berdoa telah dijelaskan dalam berbagai riwayat. Di antaranya.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:
ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيْلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاء،ِ يَا رَبِّ يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ ،وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وملبسه حرام وَغُذِيَ بِالحَرَامِ فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لذلك
Lalu Beliau (Rasulullah) menyebutkan ada seorang laki-laki dalam sebuah perjalanan yang jauh, kusut dan berdebu, dia menengadahkan kedua tangannya ke langit: “Wahai Rabb, wahai Rabb,” sedangkan makanannya haram, minumannnya haram, pakaiannya haram dan dia dikenyangkan dengan yang haram, bagaimana bisa doanya dikabulkan?” (HR. Muslim No. 1015, At Tirmidzi No. 2989, Imam At Tirmidzi mengatakan: hasan gharib. Ad Darimi No. 2717, Ahmad dalam Musnadnya No. 8348, Syaikh Syu’aib Al Arnauth dalam tahqiqnya terhadap Musnad Ahmad mengatakan: isnaduhu hasan, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 6187, Ishaq bin Rahawaih dalam Musnadnya No. 199, Ibnu Al Ju’di dalam Musnadnya No. 2009)
Dari Salman Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إنَّ ربكم تبارك وتعالى حَيِيٌّ كريم يستحي من عبده إذا رفع يديه إليه أن يردهما صفراً
“Sesungguhnya Rabb kalian Tabaraka wa Ta’ala yang Maha Pemalu, merasa malu terhadap hambaNya jika dia mengangkat kedua tangannya kepadaNya, dia mengembalikan kedua tangannya dalam keadaan kosong.” (HR. At Tirmidzi No. 3556, katanya: hasan gharib. Abu Daud No. 1488, Ibnu Majah No. 3856. Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 2965. Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 1830, katanya: sanadnya shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim. Dishahihkan Syaikh Al Albani dalam Shahihul Jami’ No. 1757)

Masih banyak riwayat lainnya, sebagaimana nanti yang akan kami sebutkan. Semua ini menunjukkan menengadahkan kedua tangan ketika berdoa adalah suatu hal yang disyariatkan, bahkan termasuk dari adab berdoa yang dengannya doa bisa dikabulkan, dan jelas-jelas bukan bid’ah.

Syaikh Ibnul ‘Utsaimin Rahimahullah mengatakan:

ومد اليدين إلى السماء من أسباب إجابة الدعاء،كما جاء في الحديث: إنَّ اللهَ حَيِيٌّ كَرِيْمٌ يَسْتَحِييْ مِنْ عَبْدِهِ إِذَا رَفعَ يَديْهِ إِلَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرَاً

“Membentangkan kedua tangan ke langit termasuk sebab dikabulkannya doa, sebagaimana hadits: Sesungguhnya Allah Yang Maha Malu dan Mulia, merasa malu terhadap hambaNya jika dia mengangkat kedua tangannya kepadaNya lalu dia mengembalikan keduanya dalam keadaan kosong.” (Syarhul Arbain An Nawawiyah, Hal. 138)

Kapankah Berdoa Dengan Mengangkat Kedua Tangan?

Berikut ini adalah berbagai riwayat tentang berdoa dengan mengangkat kedua tangan.

1. Doa Menjelang Perang

Dalam Shahih Muslim, bahwa Umar bin Al Khathab Radhiallahu ‘Anhu menceritakan keadaan menjelang perang Badar, katanya:

لَمَّا كَانَ يَوْمُ بَدْرٍ نَظَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى الْمُشْرِكِينَ وَهُمْ أَلْفٌ وَأَصْحَابُهُ ثَلَاثُ مِائَةٍ وَتِسْعَةَ عَشَرَ رَجُلًا فَاسْتَقْبَلَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْقِبْلَةَ ثُمَّ مَدَّ يَدَيْهِ فَجَعَلَ يَهْتِفُ بِرَبِّهِ اللَّهُمَّ أَنْجِزْ لِي مَا وَعَدْتَنِي……
“Di hari ketika perang Badr, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memandangi kaum musyrikin yang berjumlah 1000 pasukan, sedangkan sahabat-sahabatnya 319 orang. Lalu Nabiyullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menghadap kiblat, kemudian dia menengadahkan kedua tangannya lalu dia berteriak memanggil Rabbnya: Ya Allah! Penuhilah untukku apa yang Kau janjikan kepadaku …… (HR. Muslim No. 1763)

Al Imam An Nawawi Rahimahullah berkata:
وَفِيهِ : اِسْتِحْبَاب اِسْتِقْبَال الْقِبْلَة فِي الدُّعَاء وَرَفْع الْيَدَيْنِ فِيهِ ، وَأَنَّهُ لَا بَأْس بِرَفْعِ الصَّوْت فِي الدُّعَاء .

“Dalam hadits ini disunahkan menghadap ke kiblat ketika berdoa dan mengangkat kedua tangan, dan tidak apa-apa meninggikan suara ketika doa.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 6/213. Mawqi’ Ruh Al Islam)

2. Doa Ketika Meminta Hujan (Istisqa’)

Dalam Shahih Bukhari, Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu berkata:

أَتَى رَجُلٌ أَعْرَابِيٌّ مِنْ أَهْلِ الْبَدْوِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَقَالَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَلَكَتْ الْمَاشِيَةُ هَلَكَ الْعِيَالُ هَلَكَ النَّاسُ فَرَفَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ يَدْعُو وَرَفَعَ النَّاسُ أَيْدِيَهُمْ مَعَهُ يَدْعُونَ
“Datang seorang laki-laki Arab Pedalaman, penduduk Badui, kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pada hari Jumat. Dia berkata: “Wahai Rasulullah, ternak kami telah binasa, begitu pula famili kami dan orang-orang.” Maka, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallm mengangkat kedua tangannya, dia berdoa, dan manusia ikut mengangkat kedua tangan mereka bersamanya ikut berdoa.” (HR. Bukhari No. 983, Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 6242)

Dalam hadits ini bisa dimaknai bahwa mengangkat kedua tangan ketika doa istisqa adalah sunah dan dicontohkan oleh nabi, lalu diikuti oleh manusia saat itu dengan juga mengangkat tangan mereka, tetapi juga bisa dimaknai bahwa hal ini terjadi secara umum dan mutlak, seperti mendatangi orang shalih atau ulama untuk mendoakan manusia tentang hajat mereka, karena dalam kisah ini tidak ada dalil yang menunjukkan bahwa kebolehan mengangkat kedua tangan itu khusus untuk istisqa’.

Sementara sebagian ulama menyatakan mengangkat tangan tinggi dalam berdoa hanya khusus pada istisqa’ . Sementara, Imam Bukhari menjadikan hadits ini sebagai dalil bahwa mengangkat kedua tangan ketika doa adalah mutlak dalam doa apa saja dan kapan saja.

Berkata Syaikh Abdurrahman Al Mubarkafuri Rahimahullah:

قَالُوا هَذَا الرَّفْعُ هَكَذَا وَإِنْ كَانَ فِي دُعَاءِ الِاسْتِسْقَاءِ ، لَكِنَّهُ لَيْسَ مُخْتَصًّا بِهِ ، وَلِذَلِكَ اِسْتَدَلَّ الْبُخَارِيُّ فِي كِتَابِ الدَّعَوَاتِ بِهَذَا الْحَدِيثِ عَلَى جَوَازِ رَفْعِ الْيَدَيْنِ فِي مُطْلَقِ الدُّعَاءِ .

“Mereka mengatakan bahwa mengangkat tangan yang seperti ini jika terjadi pada doa istisqa, tetapi hadits ini tidaklah mengkhususkannya. Oleh karenanya, Imam Bukhari berdalil dengan hadits ini dalam kitab Ad Da’awat atas kebolehan mengangkat kedua tangan secara mutlak (umum) ketika berdoa.” (Tuhfah Al Ahwadzi, 2/201-202. Cet. 2. Maktabah As Salafiyah, Madinah Al Munawarah)

Jika melihat berbagai riwayat yang ada, maka telah menjadi fakta bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengangkat kedua tangan dalam berbagai kesempatan doa bukan hanya istisqa’, ada pun sebagian ulama menyebtkan bahwa mengangkat tangan tinggi-tinggi hingga terlihat putih ketiaknya, hanya terjadi pada istisqa’, dalilnya adalah hadits dari Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu.

Berkata Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu:

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِي شَيْءٍ مِنْ دُعَائِهِ إِلَّا فِي الِاسْتِسْقَاءِ وَإِنَّهُ يَرْفَعُ حَتَّى يُرَى بَيَاضُ إِبْطَيْهِ

“Adalah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak pernah sedikit pun mengangkat tangan dalam berdoa kecuali ketika istisqa’, dia mengangkat tangannya sampai terlihat putih ketiaknya.” (HR. Bukhari No. 984)

Apa yang diceritakan oleh Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu ini, tidaklah menggugurkan fakta bahwa nabi pernah mengangkat tangan ketika doa lainnya. Ada pun berdoa sampai terlihat ketiaknya, menurut penuturan Anas bin Malik hanya terjadi pada doa istisqa’.

Tetapi, benarkah mengangkat tangan tinggi-tinggi ketika berdoa hanya ketika doa istisqa? nampaknya tidak demikian. Telah ada riwayat lain dengan sanad maushul (bersambung), yang tertera dalam Shahih Bukhari, bahwa Abu Musa Al Asy’ari pernah melihat nabi berdoa mengangkat tangan sampai terlihat ketiaknya, padahal itu bukan doa istisqa, melainkan doa ketika terbunuhnya paman Abu Musa Al Asy’ari.

Berikut ini tercatat dalam Shahih Bukhari, Kitab Ad Da’awat, sebagai berikut:
بَاب رَفْعِ الْأَيْدِي فِي الدُّعَاءِ وَقَالَ أَبُو مُوسَى الْأَشْعَرِيُّ دَعَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ثُمَّ رَفَعَ يَدَيْهِ وَرَأَيْتُ بَيَاضَ إِبْطَيْهِ وَقَالَ ابْنُ عُمَرَ رَفَعَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَيْهِ وَقَالَ اللَّهُمَّ إِنِّي أَبْرَأُ إِلَيْكَ مِمَّا صَنَعَ خَالِدٌ قَالَ أَبُو عَبْد اللَّهِ وَقَالَ الْأُوَيْسِيُّ حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ وَشَرِيكٍ سَمِعَا أَنَسًا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى رَأَيْتُ بَيَاضَ إِبْطَيْهِ
Bab Mengangkat Kedua Tangan Ketika Doa. Berkata Abu Musa Al Asy’ari: “Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdoa lalu mengangkat kedua tangannya dan aku melihat ketiaknya yang putih.”

Berkata Ibnu Umar: “Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengangkat kedua tangannya dan berkata: “Ya Allah, aku bebaskan kepadamu dari apa-apa yang dilakukan Khalid (bin Walid).”

Berkata Abu Abdillah, bercerita kepadaku Al Ausi, bercerita kepadaku Muhammad bin Ja’far dari Yahya bin Sa’id dan Syarik, bahwa mereka berdua mendengar Anas bin Malik, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang mengangkat kedua tangannya sampai saya melihat ketiaknya yang putih.” (Selesai kutipan dari Shahih Bukhari)

Dari riwayat ini, kita melihat bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga mengangkat tangan dalam berbagai momen sesuai hajatnya dia berdoa. Sehingga riwayat ini telah memperluas dan melengkapi apa yang dikatakan oleh Anas bin Malik Radhiallahu ‘Anhu, katanya- bahwa nabi mengangkat tangan tinggi hingga terlihat ketiaknya hanya terjadi pada doa istisqa. Kenyataannya hal itu juga terjadi pada kesempatan lain.

Berkata Al Hafizh Ibnu Hajar dalam Al Fath tentang riwayat Abu Musa Al Asy’ari di atas:

هَذَا طَرَف مِنْ حَدِيثه الطَّوِيل فِي قِصَّة قَتْل عَمّه أَبِي عَامِر الْأَشْعَرِيّ ، وَقَدْ تَقَدَّمَ مَوْصُولًا فِي الْمَغَازِي فِي غَزْوَة حُنَيْنٍ

“Ini adalah akhir dari hadits yang panjang yang mengisahkan tentang terbunuhnya pamannya yang bernama Abu ‘Amir Al Asy’ari, dan telah dijelaskan bersambungnya sanad kisah ini dalam Al Maghazi, pada bahasan Ghazwah Hunain (Perang Hunain).” (Fathul Bari, 11/141)

Penuturan Al Hafizh Ibnu Hajar menunjukkan bahwa berdoa sampai terlihat ketiaknya yang putih, tidak hanya dilakukan nabi ketika istisqa’. Tetapi juga kesempatan yang lain. Wallahu A’lam

3. Mengangkat tangan dalam berbagai kesempatan doa

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, katanya:

قدم الطفيل بن عمرو الدوسي على رسول الله صلى الله عليه وسلم، فقال: يا رسول الله! إن دوساً قدعصت وأبت، فادع الله عليها! فاستقبل رسول الله صلى الله عليه وسلم القبلة ورفع يديه- فظن الناس أنه يدعو عليهم- فقال: "اللهم! اهدِ دوساً ….

“Ath Thufail bin Amru Ad Dausi datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, lalu dia berkata: “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya suku Daus telah membangkang dan menolak, maka doakanlah mereka!” Lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menghadap kiblat dan mengangkat kedua tangannya –manusia menyangka bahwa Beliau mendoakan mereka- dia berdoa: “Ya Allah, berikan petunjuk kepada suku Daus ….” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad. Lihat Shahih Adabul Mufrad, 478/611. Cet. 1, 1421H. Dar Ash Shiddiq)

Dari Ath Thufail bin Amru, tentang kisah seorang laki-laki yang berhijrah bersamanya. Dalam kisah itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdoa:
اللهم وليديه فاغفر ورفع يديه
“Ya Allah, ampunilah kedua anaknya,” dan dia mengangkat kedua tangannya.(HR. Al Hakim dalam Al Mustadrak No. 6963, katanya: shahih sesuai syarat Bukhari dan Muslim. Ibnu Hibban No. 3017. Abu Ya’la No. 2175. Lihat juga Fathul Bari, 11/142. Al Hafizh mengatakan: sanadnya shahih. Tetapi Syaikh Al Albani mendhaifkan dalam Dhaif Adabil Mufrad, 1/215. Namun, Imam Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya No. 116, tanpa menyebut: dia mengangkat kedua tangannya. Begitu pula dalam riwayat Ahmad No. 14982, juga Al Baihaqi dalam As Sunan Al Kubra No. 15613)

Dari ‘Ikrimah :

أنها رأت النبي صلى الله عليه وسلم يدعو رافعا يديه يقول: اللهم إنما أنا بشر…
“Bahwa ‘Aisyah melihat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdoa sambil mengangkat kedua tangannya: “Ya Allah sesungguhnya saya ini hanyalah manusia ...” (HR. Bukhari dalam Adabul Mufrad. Syaikh Al Albani menshahihkan dalam Shahih Adabil Mufrad, 1/214. Fathul Bari, 11/142. Al Hafizh mengatakan: shahihul isnad- isnadnya shahih)

Imam An Nasa’i juga meriwayatkan dari Az Zuhri bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam ketika setelah melontar jumrah dengan tujuh kerikil, dia mengangkat kedua tangannya untuk berdoa. (HR. An Nasa’i No. 3083. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan An Nasa’i No. 3083. Juga diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahihnya No. 2972)

Dan masih banyak lagi doa nabi dengan mengangkat kedua tangannya. Al Hafizh Ibnu Hajar telah mengumpulkannya dalam Fathul Bari, di antaranya doa ketika gerhana, doa nabi untuk Utsman, doa nabi untuk Sa’ad bin ‘Ubadah, doa nabi ketika Fathul Makkah, doa nabi untuk umatnya, doa nabi ketika memboncengi Usamah, dan lainnya. Semuanya dengan sanad shahih dan jayyid, dan menyebutkan bahwa nabi mengangkat kedua tangannya ketika melakukan doa-doa tersebut. (Fathul Bari, 11/142)

4. Berdoa setelah shalat wajib; apakah mengangkat tangan?

Hal ini menjadi perselisihan pendapat di antara para ulama. Ada dua tema perbedaan mereka; Pertama. Adakah doa setelah shalat? Kedua. Jika ada, apakah juga mengangkat tangan?


Pertama. Adakah doa setelah shalat wajib?

Sebagian ulama menyatakan TIDAK ADA doa setelah shalat wajib, yang ada hanyalah dzikir. Inilah pandangan Imam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnul Qayyim, Syaikh Ibnu Baz, Syaikh ‘Utsaimin, dan lain-lain. Bagi mereka doa itu adanya dalam shalat, karena saat itulah ketika seorang hamba sedang berkomunikasi dengan Rabbnya. Bagi mereka, tidak ada dasarnya berdoa setelah shalat wajib dan sunah.
Apa alasan syar’inya? Dari Abu Umamah Radhiallahu ‘Anhu, beliau berkata:
أيُّ الدُّعاء أسمعُ؟ قال صلّى الله عليه وسلّم: «جوف الليل، وأدبار الصلوات المكتوبة»
“Doa manakah yang paling didengar? Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menjawab: “Doa pada sepertiga malam terakhir, dan adbar ash shalawat maktubah. (Setelah shalat wajib).” (HR. At Tirmidzi, No. 3499. Syaikh Al Albani menghasankan hadts ini, Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi, No. 3499)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan dikuatkan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin- bahwa makna adbar ash shalawat bukanlah setelah shalat tetapi masih di akhir shalat (sebelum salam) . Mereka mengqiyaskan, bahwa hewan itu memiliki dubur (jamaknya adalah adbar), dan duburnya hewan masih pada tubuh hewan tersebut, bukan di luar tubuhnya. Selain itu beliau juga berdalil dengan ayat: Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), berdzikirlah kepada Allah ... (QS. An Nisa (4): 103). Bahkan Syaikh Ibnu tsaimin mengatakan berdoa setelah shalat wajb atau sunah adalah tidak ada dasarnya! (Lihat Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, Syarhul Mumti’, 3/62. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Pendapat seperti ini juga disampaikan oleh Imam Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad:
وأما الدعاء بعد السلام من الصلاة مستقبل القبلة أو المأمومين، فلم يكن ذلك مِن هديه صلى الله عليه وسلم أصلاً، ولا روي عنه بإسناد صحيح، ولا حسن.
وأما تخصيص ذلك بصلاتي الفجر والعصر، فلم يفعل ذلك هو ولا أحدٌ من خلفائه، ولا أرشد إليه أُمّته، وإنما هو استحسان رآه من رآه عوضاً من السنَّة بعدهما، واللّه أعلم. وعامة الأدعية المتعلقة بالصلاة إنما فعلَها فيها وأمر بها فيها
Ada pun berdoa setelah salam dari shalat dengan menghadap kiblat atau makmum, hal itu tak ada contoh dalam petunjuk Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan tidak diriwayatkan darinya baik hadits shahih atau hasan. Ada pun mengkhususkannya pada dua shalat; subuh dan ashar, tidak pernah Beliau lakukan, dan tidak juga seorang pun dari para khalifahnya, dan Beliau pun tidak mengajarkan kepada umatnya untuk itu. Itu hanyalah hal yang dipandang baik oleh orang yang memandangnya sebagai ganti dari sunah setelah kedua shalat itu. Wallahu A’lam. Umumnya doa-doa yang terkait dengan shalat, sesungguhnya itu dilakukan hanyalah di dalam shalat, dan diperintahkan membacanya di dalam shalat.” (Zaadul Ma’ad, 1/257)
Bukan hanya mereka, Imam Al Hafizh Abul Abbas Al Anshari Al Qurthubi juga mengatakan, duburush shalah (dengan huruf dal didhammahkan) adalah akhir shalat. (Imam Abul Abbas Al Anshari Al Qurthubi, Al Mufhim Lima Asykala min Talkhish Kitabi Muslim, 5/150. Maktabah Misykah)
Perlu diketahui, qiyas yang dilakukan Imam Ibnu Taimiyah telah dibantah oleh Imam Al Kasymiri, dia menyebut qiyas tersebut ghairu shahih (tidak benar), tidak pantas mengqiyaskan duburush shalah yang memiliki keindahan dan keutamaan, dengan dubur hewan yang tidak memiliki keindahan. (Imam Muhammad Anwarsyah bin Mu’zhamsyah Al Kasymiri, Al ‘urf Asy Syadzi, 1/459. Muasasah Dhuha Lin Nasyr wat Tauzi’) Di sisi lain, apa yang dikatakan oleh Syaikh Ibnu ‘Utsaimin bahwa berdoa setelah shalat sunah adalah tidak ada dasarnya, merupakan pendapat yang tidak kuat, sebab telah tsabit riwayat tentang doa setelah shalat sunah istisqa. Ada pun yang dikatakannya, bahwa doa setelah shalat wajib juga tidak ada dasarnya, maka berbeda sekali antara Syaikh Ibnu Utsaimin dengan Imam Al Bukhari dan Al Hafizh Ibnu Hajar –sebagaimana nanti akan kami jelaskan.
Al Hafizh Ibnu Hajar telah menyanggah Imam Ibnul Qayyim dengan berbagai hadits shahih tentang contoh doa ba’da shalat yang diajarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. (Lengkapnya lihat Fathul Bari, 11/133)
Begitu pula Imam Al Qasthalani telah menyanggah Imam Ibnul Qayyim dalam kitab Al Mawahib sebagai berikut:
مَا اِدَّعَاهُ مِنْ النَّفْيِ مُطْلَقًا مَرْدُودٌ فَقَدْ ثَبَتَ عَنْ مُعَاذِ بْنِ جَبَلٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ : يَا مُعَاذُ وَاَللَّهِ إِنِّي لَأُحِبُّك فَلَا تَدَعْ دُبُرَ كُلِّ صَلَاةٍ أَنْ تَقُولَ اللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى ذِكْرِك وَشُكْرِك وَحُسْنِ عِبَادَتِك . أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ وَالنَّسَائِيُّ ، وَحَدِيثُ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ : سَمِعْته صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْعُو فِي دُبُرِ الصَّلَاةِ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَرَبَّ كُلِّ شَيْءٍ . أَخْرَجَهُ أَبُو دَاوُدَ وَالنَّسَائِيُّ ….

“Apa yang diklaim olehnya (Ibnul Qayyim) berupa pengingkaran secara mutlak adalah hal yang tertolak. Telah shahih dari Mu’adz bin Jabal bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda kepadanya: “Wahai Mu’adz, Demi Allah saya benar-benar mencintaimu, Demi Allah saya benar-benar mencintaimu.” Lalu dia bersabda: “Aku wasiatkan kepadamu wahai Mu’adz, jangan sampai kau tinggalkan pada setiap selesai shalat, ucapkanlah: “Allahumma A’inni ‘ala Dzikrika wa Syukrika wa Husni ‘Ibadatika.” (Ya Allah, tolonglah aku dalam mengingatMu, bersyukur kepadaMu, dan kebaikan ibadah kepadaMu). (HR. Abu Daud dan An Nasa’i). Juga hadits Zaid bin Arqam: “Aku mendengar Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdoa setelah shalat: Ya Allah Rabb kami, Rabb segala sesuatu.” Diriwayatkan oleh Abu Daud dan An Nasa’i … dst (Lihat Tuhfah Al Ahwadzi, 2/197)
Yang lebih benar dalam pembahasan ini adalah bahwa makna duburush shalah adalah setelah shalat/setelah salam. Hal ini bisa diketahui dari riwayat Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ سَبَّحَ اللَّهَ فِي دُبُرِ كُلِّ صَلَاةٍ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَحَمِدَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ وَكَبَّرَ اللَّهَ ثَلَاثًا وَثَلَاثِينَ فَتْلِكَ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ وَقَالَ تَمَامَ الْمِائَةِ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ غُفِرَتْ خَطَايَاهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ

“Barang siapa yang bertasbih (membaca Subhanallah) pada setiap selesai shalat 33 kali, tahmid (membaca Alhamdulillah) 33 kali, dan takbir (membaca Allahu Akbar) 33 kali, dan semuanya berjumlah 99.” Nabi bersabda: “Disempurnakan menjadi 100 dengan membaca Laa Ilaaha Illallah Wahdahu Laa Syariikalah Lahul Mulku wa lahul Hamdu wa Huwa ‘Ala Kulli Syai’in Qadir, maka akan diampuni dosa-dosanya walau pun banyak seperti buih di lautan.” (HR. Muslim, No. 597. Imam Abu Daud, No. 1504. Imam Ahmad, No. 8478)
Lihat hadits ini, Rasulullah memerintahkan membaca tasbih, tahmid, dan takbir masing-masing 33 kali pada setiap duburush shalah. Tentunya duburush shalah adalah setelah shalat (setelah salam), sebab doa-doa ini masyhur dari zaman ke zaman di seluruh dunia Islam, dibacanya setelah shalat selesai, bukan diakhir shalat sebelum salam. Imam At Tirmidzi pun memasukkan hadits ini dalam BAB MAA JA’A FI TASBIH FI ADBAR ASH SHALAH (Riwayat Tentang Bertasbih Setelah Shalat). Tak ada satu pun ulama yang mengatakan membaca dzikir ini adalah di akhir shalat sebelum salam.
Berkata Syaikh Abdurrahman Al Mubarkafuri Rahimahullah:

قُلْت : قَدْ وَرَدَ الْأَمْرُ بِالذِّكْرِ دُبُرَ الصَّلَاةِ وَالْمُرَادُ بِهِ بَعْدَ السَّلَامِ إِجْمَاعًا
“Saya berkata: telah datang riwayat tentang dzikir saat duburish shalah, dan yang dimaksud adalah setelah salam menurut ijma’.” (Tuhfah Al Ahwadzi, 2/197)

Pandangan Para Ulama Ahlus Sunnah
Imam Al Bukhari, dalam kitab Shahih-nya, jauh sebelum Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Imam Ibnu Qayyim Al Jauziyah, dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin mengatakan bahwa tidak ada berdoa setelah shalat wajib, telah menulis Bab Ad Du’a Ba’da Ash Shalah (Bab Tentang Doa Setelah Shalat).
Al Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah berkata:
قوله: "باب الدعاء بعد الصلاة" أي المكتوبة، وفي هذه الترجمة رد على من زعم أن الدعاء بعد الصلاة لا يشرع
“Ucapannya (Al Bukhari), “Bab Tentang Doa Setelah Shalat” yaitu shalat wajib. Pada bab ini, merupakan bantahan atas siapa saja yang menyangka bahwa berdoa setelah shalat tidak disyariatkan.” (Bantahan lengkap beliau terhadap Imam Ibnul Qayyim, lihat di Fathul Bari, 11/133-135. Darul Fikr)
Imam Ja’far Ash Shadiq Radhiallahu ‘Anhu berkata:
الدعاء بعد المكتوبة أفضل من الدعاء بعد النافلة كفضل المكتوبة على النافلة.

“Berdoa setelah shalat wajib lebih utama dibanding berdoa setelah shalat nafilah, sebagaimana kelebihan shalat wajib atas shalat nafilah.” (Fathul Bari, 11/134. Tuhfah Al Ahwadzi, 2/197. Darus Salafiyah. Lihat juga Imam Ibnu Baththal, Syarh Shahih Bukhari, 10/94. Maktabah Ar Rusyd)
Sementara Syaikh Abdurrahman Al Mubarakfuri Rahimahullah juga mengatakan:
لا ريب في ثبوت الدعاء بعد الانصراف من الصلاة المكتوبة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم قولاً وفعلاً، وقد ذكره الحافظ بن القيم أيضاً في زاد المعاد حيث قال في فصل: ما كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول بعد انصرافه من الصلاة ما لفظه: وقد ذكر أبو حاتم في صحيحه أن النبي صلى الله عليه وسلم كان يقول عند إنصرافه من صلاته اللهم أصلح لي ديني الذي جعلته عصمة أمري ، واصلح لي دنياي التي جعلت فيها معاشي...

“Tidak ragu lagi, kepastian adanya berdoa setelah selesai shalat wajib dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam baik secara ucapan atau perbuatan. Al Hafizh Ibnul Qayyim telah menyebutkan juga dalam Zaadul Ma’ad ketika dia berkata dalam pasal: Apa-apa Saja yang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam Ucapkan Setelah selesai shalat. Demikian bunyinya: Abu Hatim telah menyebutkan dalam Shahih-nya, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata setelah selesai shalatnya: “Ya Allah, perbaikilah bagiku agamaku yang telah menjaga urusanku, dan perbaikilah bagiku duniaku yang aku hidup di dalamnya ...” (Tuhfah Al Ahwadzi, 2/197)
Berkata Imam Abu Thayyib Syamsul Haq Al ‘Azhim Abadi Rahimahullah :
"في دبر كل صلاة" : أي عقبها وخلفها أو في آخرها
“Pada dubur kulli ash shalah, yaitu setelah dan belakangnya, atau pada akhirnya.” (‘Aunul Ma’bud, 4/269. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)
Imam Badruddin Al ‘Aini juga juga mengatakan:
واستحباب المواظبة على الدعاء المذكور عقيب كل صلاةٍ
“Dan disunahkan menekuni doa dengan doa tersebut pada setiap selesai shalat.” (Imam Al ‘Aini, Syarh Sunan Abi Daud, 5/433. Maktabah Ar Rusyd)

Para ulama Kuwait, yang tergabung dalam Tim penyusun kitab Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah mengatakan:

يُسْتَحَبُّ لِلإِْمَامِ وَالْمَأْمُومِينَ عَقِبَ الصَّلاَةِ ذِكْرُ اللَّهِ وَالدُّعَاءُ بِالأَْدْعِيَةِ الْمَأْثُورَةِ

“Disukai bagi imam dan makmum setelah selesai shalat untuk berdzikir kepada Allah dan berdoa dengan doa-doa ma’tsur.” (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 6/214. Wizaratul Awqaf wasy Syu’un Al Islamiyah)
Dalam kitab yang sama juga disebutkan:
ذَهَبَ جُمْهُورُ الْفُقَهَاءِ إِلَى أَنَّ مَا بَعْدَ الصَّلاَةِ الْمَفْرُوضَةِ مَوْطِنٌ مِنْ مَوَاطِنِ إِجَابَةِ الدُّعَاءِ
“Pendapat mayoritas fuqaha adalah bahwa waktu setelah shalat fardhu merupakan waktu di antara waktu-waktu dikabulkannya doa.” (Ibid, 39/227). Di halaman yang sama, dikutip perkataan Imam Mujahid sebagai berikut:
إِنَّ الصَّلَوَاتِ جُعِلَتْ فِي خَيْرِ الأَْوْقَاتِ فَعَلَيْكُمْ بِالدُّعَاءِ خَلْفَ الصَّلَوَاتِ
“Sesungguhnya pada shalat itu, dijadikan sebagai waktu paling baik bagi kalian untuk berdoa, (yakni) setelah shalat.” (Ibid)
Demikianlah dalil-dalil yang sangat jelas tentang doa setelah shalat, tentang makna duburus shalah, dan pandangan para ulama tentang hal ini.

Kedua. Apakah Berdoa setelah shalat juga mengangkat kedua tangan?

Dalam masalah ini telah terjadi khilafiyah para ulama, antara yang membolehkan dan membid’ahkan. Dan, Imam Al Bukhari dan lainnya mengatakan bahwa mengangkat kedua tangan ketika berdoa adalah mutlak dilakukan pada semua doa dan keadaan, termasuk setelah shalat. Ada pun pihak yang membid’ahkan punya alasan sederhana yakni berdoa setelah shalat dengan mengangkat kedua tangan tidak pernah dilakukan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tidak memiliki dasar baik secara qauli dan fi’li dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Maka, hendaknya kedua pihak –baik yang pro dan kontra- memahami betul posisi masalah ini; tidak saling menyudutkan, tidak saling menyalahkan, karena keduanya memiliki dasar yang benar menurut sudut pandang masing-masing.
Hal ini sesuai kaidah:

الْقَاعِدَةُ الْخَامِسَةُ وَالثَّلَاثُونَ ” لَا يُنْكَرُ الْمُخْتَلَفُ فِيهِ ، وَإِنَّمَا يُنْكَرُ الْمُجْمَعُ عَلَيْهِ
Kaidah yang ke-35, “Tidak boleh ada pengingkaran terhadap masalah yang masih diperselisihkan. Seseungguhnya pengingkaran hanya berlaku pada pendapat yang bertentangan dengan ijma’ (kesepakatan) para ulama.” (Imam As Suyuthi, Al Asybah wa An Nazhair, hal. 185)
Imam Abu Nu’aim mengutip ucapan Imam Sufyan Ats Tsauri, sebagai berikut:
إذا رأيت الرجل يعمل العمل الذي قد اختلف فيه وأنت ترى غيره فلا تنهه.
“Jika engkau melihat seorang melakukan perbuatan yang masih diperselisihkan, padahal engkau punya pendapat lain, maka janganlah kau mencegahnya.” (Imam Abu Nu’aim Al Asbahany, Hilyatul Auliya’, 6/368. Imam Khathib Al Bagdhadi, Al Faqih wal Mutafaqih, 2/355. Imam Ibnul Qayyim, I’lamul Muwaqi’in, 2/204)
Imam An Nawawi Rahimahullah menjelaskan:
ثُمَّ الْعُلَمَاء إِنَّمَا يُنْكِرُونَ مَا أُجْمِعَ عَلَيْهِ أَمَّا الْمُخْتَلَف فِيهِ فَلَا إِنْكَار فِيهِ لِأَنَّ عَلَى أَحَد الْمَذْهَبَيْنِ كُلّ مُجْتَهِدٍ مُصِيبٌ . وَهَذَا هُوَ الْمُخْتَار عِنْد كَثِيرِينَ مِنْ الْمُحَقِّقِينَ أَوْ أَكْثَرهمْ . وَعَلَى الْمَذْهَب الْآخَر الْمُصِيب وَاحِد وَالْمُخْطِئ غَيْر مُتَعَيَّن لَنَا ، وَالْإِثْم مَرْفُوع عَنْهُ
“Kemudian, para ulama hanya mengingkari dalam perkara yang disepati para imam. Adapun dalam perkara yang masih diperselisihkan, maka tidak boleh ada pengingkaran di sana. Karena berdasarkan dua sudut pandang setiap mujtahid adalah benar. Ini adalah sikap yang dipilih olah mayoritas para ulama peneliti (muhaqqiq). Sedangkan pandangan lain mengatakan bahwa yang benar hanya satu, dan yang salah kita tidak tahu secara pasti, dan dia telah terangkat dosanya.” (Al Minhaj Syarh Shahih Muslim, 1/131. Mawqi’ Ruh Al Islam)
Selanjutnya ...........
Dalam masalah ini mengangkat tangan dalam berdoa setelah shalat, secara ringkas saya ambil dari penjelasan Syaikh Abdurrahman Al Mubarkafuri Rahimahullah, katanya:
اعلم أن علماء أهل الحديث قد اختلفوا في هذا الزمان في أن الإمام إذا انصرف من الصلاة المكتوبة هل يجوز له أن يدعو رافعاً يديه ويؤمن من خلفه من المأمومين رافعي أيديهم فقال بعضهم بالجواز ، وقال بعضهم بعدم طناً منهم أنه بدعة ، قالوا إن ذلك لم يثبت عن رسول الله صلى الله عليه وسلم بسند صحيح بل هو أمر محدث وكل محدث بدعة وأما القائلون بالجواز فاستدلوا بخمسة أحاديث....
“Ketahuilah, bahwa para ulama ahli hadits telah berbeda pendapat tenang seorang imam yang sudah selesai shalat wajib, bolehkah dia berdoa dengan mengangkat tangan dan diaminkan oleh makmum di belakangnya yang juga mengangkat tangan? Sebagian mereka mengatakan boleh, sebagian lain mengingkarinya dan menyatakan bid’ah. Mereka mengatakan sesungguhnya hal itu tidak ada yang pasti dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan sanad shahih. Bahkan itu adalah perkara baru, dan setiap yang baru adalah bid’ah. Ada pun kalangan yang membolehkan berdalil dengan lima hadits ..” (Tuhfah Al Ahwadzi, 2/198)
Lalu, Syaikh Al Mubarkafuri menyebutkan lima hadits itu secara rinci: (Saya akan sebutkan secara ringkas sebagai berikut)
Hadits terdapat dalam Tafsir Ibnu Katsir, bahwa setelah selesai shalat Nabi menghadap kiblat dan mengangkat tangan lalu mendoakan kebebasan bagi Al Walid bin Al Walid, ‘Iyasy bin Abi Rabi’ah, dan Salamah bin Hisyam, serta kaum muslimin yang lemah, karena tidak mampu dan tidak ada petunjuk keluar dari mara bahaya orang kafir. Ibnu Jarir juga meriwayatkan hal serupa, dan disebutkan bahwa itu setelah shalat zhuhur. Hadits ini memiliki syahid (penguat) dalam kitab shahih. Namun, Syaikh Al Mubarkafuri mengatakan, dalam sanad hadits ini terdapat Ali bin Zaid bin Jud’an seorang rawi yang diperbincangkan.
Muhammad bin Yahya Al Aslami mengatakan: aku melihat Abdullah bin Az Zubeir, dia sedang memerhatikan seseorang yang berdoa mengangkat tangan sebelum shalat usai. Setelah itu beliau berkata: “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak pernah mengangkat tangannya dalam berdoa, kecuali setelah selesai shalat.” Al Haitsami mengatakan rijal hadits ini tsiqat (kredibel).
Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Sunni dalam ‘Amalul Yaum wa Lailah, dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah bersabda: “Tidaklah seorang hamba menengadahkan tangannya setelah shalat lalu berdoa, “Ya Allah Tuhanku, Tuhannya Ibrahim, Ishaq, Ya’qub, Jibril, Mikail, ...dst.” Syaikh Al Mubarkafuri mengatakan dalam sanadnya terdapat Abdul Aziz bin Abdurrahman Al Qursyi, seorang rawi yang didhaifkan para Imam seperti Ahmad, An Nasa’i, dan Ibnu Hibban,
Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan dalam Al Mushannaf, dari Al Aswad Al ‘Amiri, dari ayahnya, katanya: Aku pernah shalat subuh bersama Rasulullah, setelah selesai shalat beliau mengangkat tangannya dan berdoa.” Hadits ini tidak disebutkan sanadnya, Syaikh Al Mubarkafuri mengatakan tidak diketahui shahih tidaknya hadits ini.
Hadits Imam At Tirmidzi, dari Al Fadhl bin Abbas, bahwa Rasulullah mengatakan: “Shalat it dua rakaat dua rakaat, dalam dua rakaat ada satu tasyahhud, lakukanlah secara khusyu’, tadharru’, kemudian bedoa mengangkat kedua tangan, meninggikan keduanya menuju Rabbmu, menghadap kiblat dengan wajah dan badanmu, barangsiapa yang tidak demikian maka dia begini dan begini.” Dalam riwayat lain: “Tidak sempurna.”
Selain dengan lima hadits ini, kelompok ini juga berdalil dengan keumuman hadits-hadits tentang mengangkat tangan ketika berdoa. Mereka mengatakan bahwa berdoa setelah shalat wajib dianjurkan dengan mengangkat tangan, dan telah pasti dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, bahwa beliau berdoa setelah shalatnya, dan mengangkat kedua tangan merupakan adab berdoa. Dan telah pasti dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa beliau mengangkat kedua tangan pada kebanyakan doanya, dan tidak ada larangan yang yang pasti tentang mengangkat kedua tangan ketika berdoa setelah shalat wajib. Oleh karena itu kelompk ini membolehkannya.
Selain alasan-alasan ini, Syaikh Al Mubarkafuri juga melandaskannya dengan dalik-dalil lainnya. Setelah panjang lebar beliau menjelaskan, beliau berkesimpulan sebagai berikut:
قلت: القول الراجح عندي أن رفع اليدين في الدعاء بعد الصلاة جائز لو فعله أحد لا بأس عليه إن شاء الله تعالى والله تعالى أعلم.
“Aku berkata: “Pendapat yang rajih (kuat) menurutku adalah bahwa mengangkat kedua tangan setelah shalat wajib adalah boleh, walau dilakukan oleh seseorang saja, maka itu tidak mengapa. Insya Allah. Wallahu A’lam.” (Idem, 2/202)

Jadi, Syaikh Al Mubarkafuri hanya mengatakan kebolehan bagi satu orang yang berdoa setelah shalat wajib dengan mengangkat kedua tangannya, beliau tidak mengatakan sunah apalagi wajib. Bahkan, di halaman yang sama, beliau mengkritik kalangan hanafiyah modern yang mewajibkan secara tekun mengangkat kedua tangan ketika berdoa setelah usai shalat wajib. Demikian.

Wallahu A’lam

Farid Nu'man Hasan

sumber:

http://www.islamedia.web.id/2011/10/menengadahkan-tangan-ketika-berdoa.html
Berjalan di atas angin.... mereguk cinta menambat asa... lalui hidup dengan cinta dan kerinduan... Allahu Ghoyatuna...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

komentarnya yang membangun dan menginspirasi ya...

Anda Pengunjung Ke :